TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Riset Center of Reform on Economy (Core) Piter Abdullah Redjalam mengatakan penurunan konsumsi di tengah pandemi Covid-19 adalah hal yang wajar terjadi. Hal ini merespons sejumlah pernyataan pemerintah soal banyaknya pemilik rekening deposito dengan nilai jumbo yang ternyata tak membelanjakan uangnya selama pandemi.
"Tidak bisa dipaksa naik. Meskipun ada uang, orang akan tetap menahan belanja, itu terlihat dengan kenaikan tabungan di atas Rp 100 juta," ujar dia dalam konferensi video, Kamis, 13 Agustus 2020.
Piter mengatakan penurunan konsumsi disebabkan dua hal. Pertama, menurunnya daya beli masyarakat akibat pemutusan hubungan kerja atau dibatasinya kegiatan usaha.
Kedua, masyarakat yang masih memiliki daya beli, kelompok menengah atas, memilih untuk membatasi dirinya sendiri, berjaga-jaga dan menahan konsumsi di tengah pandemi. Khususnya, konsumsi barang-barang sekunder atau mewah.
"Karena itu, sebaiknya kita fokus menanggulangi wabah, bukannya justru memikirkan meningkatkan konsumsi. Konsumsi akan naik sendiri ketika wabah sudah berlalu," ujar Piter.
Piter mengatakan program pemerintah, terutama yang berifat bantuan sosial, lebih bersifat membantu menahan penurunan daya beli. Menurut dia bansos tidak akan bisa menggantikan pendapatan yang hilang akibat dampak Covid-19. Sehingga, daya beli dan kondumsi tetap turun.
"Demikian juga dengan penerima gaji ke-13 dan subsidi gaji swasta, mereka tidak dapat bansos, mereka punya daya beli, tapi mereka tidak akan menggunakan tambahan income untuk meningkatkan konsumsi. Mereka tetap akan menahan konsumsi," kata Piter.